disini saya akan menjabarkan arti dari beberapa bab yang terdapat
didalam kitab safiinatun naja' berdasarkan madzhab Imam Syafi'i.
Bismillahir Rohmanir Rohiim
wallohu a'lam bi murodhi
wallohu a'lam bis sowaab
Bismillahir Rohmanir Rohiim
wallohu a'lam bi murodhi
wallohu a'lam bis sowaab
Bismillahir rohmanir rohiim
BAB IV : ‘PENGURUSAN JENAZAH’
(Fasal Satu)
pertama: Kewajiban muslim
terhadap saudaranya yang meninggal dunia ada empat perkara, yaitu:
1. Memandikan.
2. Mengkafani.
3. Menshalatkan (sholat jenazah).
4. Memakamkan .
(Fasal Kedua)
Cara memandikan seorang muslim
yang meninggal dunia:
Minimal (paling sedikit):
membasahi seluruh badannya dengan air dan bisa disempurnakan dengan membasuh
qubul dan duburnya, membersihkan hidungnya dari kotoran, mewudhukannya,
memandikannya sambil diurut/digosok dengan air daun sidr dan menyiramnya tiga
(3) kali.
(Fasal Ketiga)
Cara mengkafan:
Minimal: dengan sehelai kain yang
menutupi seluruh badan. Adapun cara yang sempurna bagi laki-laki: menutup
seluruh badannya dengan tiga helai kain, sedangkan untuk wanita yaitu dengan
baju, khimar (penutup kepala), sarung dan 2 helai kain.
(Fasal Keempat)
Rukun shalat jenazah ada tujuh
(7), yaitu:
1. Niat.
2. Empat kali takbir.
3. Berdiri bagi orang yang mampu.
4. Membaca Surat Al-Fatihah.
5. Membaca shalawat atas Nabi SAW
sesudah takbir yang kedua.
6. Do’a untuk si mayat sesudah
takbir yang ketiga.
7. Salam.
(Fasal Kelima)
Sekurang-kurang menanam
(mengubur) mayat adalah dalam lubang yang menutup bau mayat dan menjaganya dari binatang
buas. Yang lebih sempurna adalah setinggi orang dan luasnya, serta diletakkan
pipinya di atas tanah. Dan wajib menghadapkannya ke arah qiblat.
(Fasal Keenam)
Mayat boleh digali kembali,
karena ada salah satu dari empat perkara, yaitu:
1. Untuk dimandikan apabila belum
berubah bentuk.
2. Untuk menghadapkannya ke arah
qiblat.
3. Untuk mengambil harta yang
tertanam bersama mayat.
4. Wanita yang janinnya tertanam
bersamanya dan ada kemungkinan janin tersebut masih hidup.
(Fasal Ketujuh)
Hukum isti’anah (minta bantuan
orang lain dalam bersuci) ada empat (4) perkara, yaitu:
1. Boleh.
2. Khilaf Aula.
3. Makruh
4. Wajib.
Boleh (mubah) meminta untuk
mendekatkan air.
Khilaf aula meminta menuangkan
air atas orang yang berwudlu.
Makruh meminta menuangkan air
bagi orang yang membasuh anggota-anggota (wudhu) nya.
Wajib meminta menuangkan air bagi
orang yang sakit ketika ia lemah (tidak mampu untuk melakukannya sendiri).
BAB V : "ZAKAT"
(Fasal Satu)
Harta yang wajib di keluarkan
zakatnya ada enam macam, yaitu:
1. Binatang ternak.
2. Emas dan perak.
3. Biji-bijian (yang menjadi
makanan pokok).
4. Harta perniagaan. Zakatnya
yang wajib di keluarkan adalah 4/10 dari harta tersebut.
5. Harta yang tertkubur.
6. Hasil tambang
BAB VI : ‘ PUASA ‘
(Fasal Satu)
Puasa Ramadhan diwajibkan dengan salah
satu ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30
hari.
2. Dengan melihat bulan, bagi yang
melihatnya sendiri.
3. Dengan melihat bulan yang
disaksikan oleh seorang yang adil di muka hakim.
4. Dengan Kabar dari seseorang yang
adil riwayatnya juga dipercaya kebenarannya, baik yang mendengar kabar tersebut
membenarkan ataupun tidak, atau tidak dipercaya akan tetapi orang yang
mendengar membenarkannya.
5. Dengan beijtihad masuknya bulan
Ramadhan bagi orang yang meragukan dengan hal tersebut.
(Fasal Kedua)
Syarat sah puasa ramadhan ada empat
(4) perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Berakal.
3. Suci dari seumpama darah haidh.
4. Dalam waktu yang diperbolehkan
untuk berpuasa.
(Fasal Ketiga)
Syarat wajib puasa ramadhan ada lima
perkara, yaitu:
1. Islam.
2. Taklif (dibebankan untuk berpuasa).
3. Kuat berpuasa.
4. Sehat.
5. Iqamah (tidak bepergian).
(Fasal Keempat)
Rukun puasa ramadhan ada tiga perkara,
yaitu:
1. Niat pada malamnya, yaitu setiap
malam selama bulan Ramadhan.
2. Menahan diri dari segala yang
membatalkan puasa ketika masih dalam keadaan ingat, bisa memilih (tidak ada
paksaan) dan tidak bodoh yang ma’zur (dima’afkan).
3. Orang yang berpuasa.
(Fasal Kelima)
Diwajibkan: mengqhadha puasa, kafarat
besar dan teguran terhadap orang yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan
satu hari penuh dengan sebab menjima’ lagi berdosa sebabnya .
Dan wajib serta qhadha: menahan makan
dan minum ketika batal puasanya pada enam tempat:
1. Dalam bulan Ramadhan bukan
selainnya, terhadap orang yang sengaja membatalkannya.
2. Terhadap orang yang meninggalkan
niat pada malam hari untuk puasa yang Fardhu.
3. Terhadap orang yang bersahur karena
menyangka masih malam, kemudian diketahui bahwa Fajar telah terbit.
4. Terhadap orang yang berbuka karena
menduga Matahari sudah tenggelam, kemudian diketahui bahwa Matahari belum
tenggelam.
5. Terhadap orang yang meyakini bahwa
hari tersebut akhir Sya’ban tanggal tigapuluh, kemudian diketahui bahwa awal
Ramadhan telah tiba.
6. Terhadap orang yang terlanjur
meminum air dari kumur-kumur atau dari air yang dimasukkan ke hidung.
(Fasal Keenam)
Batal puasa seseorang dengan beberapa
macam, yaitu:
- Sebab-sebab murtad.
- Haidh.
- Nifas.
- Melahirkan.
- Gila sekalipun sebentar.
- Pingsan dan mabuk yang sengaja jika
terjadi yang tersebut di siang hari pada umumnya.
(Fasal Ketujuh)
Membatalkan puasa di siang Ramadhan
terbagi empat macam, yaitu:
1. Diwajibkan, sebagaimana terhadap
wanita yang haid atau nifas.
2. Diharuskan, sebagaimana orang yang
berlayar dan orang yang sakit.
3. Tidak diwajibkan, tidak diharuskan,
sebagaimana orang yang gila.
4. Diharamkan (ditegah), sebagaimana
orang yang menunda qhadha Ramadhan, padahal mungkin dikerjakan sampai waktu
qhadha tersebut tidak mencukupi.
Kemudian terbagi orang-orang yang
telah batal puasanya kepada empat bagian, yaitu:
1. Orang yang diwajibkan qhadha dan
fidyah, seperti perempuan yang membatalkan puasanya karena takut terhadap orang
lain saperti bayinya. Dan seperti orang yang menunda qhadha puasanya sampai
tiba Ramadhan berikutnya.
2. Orang yang diwajibkan mengqhadha
tanpa membayar fidyah, seperti orang yang pingsan.
3. Orang yang diwajibkan terhadapnya
fidyah tanpa mengqhadha, seperti orang yang sangat tua yang tidak kuasa.
4. Orang yang tidak diwajibkan
mengqhadha dan membayar fidyah, seperti orang gila yang tidak disengaja.
(Fasal Kedelapan)
Perkara-perkara yang tidak membatalkan
puasa sesudah sampai ke rongga mulut ada tujuh macam, yaitu:
1. Ketika kemasukan sesuatu seperti
makanan ke rongga mulut denga lupa
2. Atau tidak tahu hukumnya .
3. Atau dipaksa orang lain.
4. Ketika kemasukan sesuatu ke dalam
rongga mulut, sebab air liur yang mengalir diantara gigi-giginya, sedangkan ia
tidak mungkin mengeluarkannya.
5. Ketika kemasukan debu jalanan ke
dalam rongga mulut.
6. Ketika kemasukan sesuatu dari
ayakan tepung ke dalam rongga mulut.
7. Ketika kemasukan lalat yang sedang
terbang ke dalam rongga mulut.
selesai sudah pembahasan dari sisa bab terakhir yang terkandung di dalam kitab
Syafiinatun Naja' menurut madzhab Imam Syafi'i. semoga tulisan ini
bermanfaat bagi saya dan para pembaca sekalian.
Alhamdulillahi Robbil 'alamiin
Nb: kalau mau dipelajari lebih dalam, harus bersama dengan guru atau Ustadz atau ulama yang benar-benar paham akan kitab ini!
Nb: kalau mau dipelajari lebih dalam, harus bersama dengan guru atau Ustadz atau ulama yang benar-benar paham akan kitab ini!